strings: tangled — Dari Cemima: Yang tidak terlihat — an interlude


Maure itu mungkin orang paling care free yang pernah gue temuin. Dia cuek banget. Dia keliatan kayak orang yang gak terlalu banyak mikir, go with the flow, dan gampang pasrah. Tipe orang yang keliatannya, hidupnya itu apa adanya. Orang-orang yang gak kenal dia secara personal pasti emang mikirnya hidup Maure ya gitu-gitu aja. Siapa coba yang bakal nebak kalau Maure punya cerita yang mengejutkan? Siapa yang bakal nebak kalau dibalik sikap carefree-nya itu, Maure ternyata tipikal orang yang ceria dan simpel di luar, tapi penuh kejutan—penuh cerita di dalam.

Sebagai tipe yang lumayan observant, gue gak perlu waktu yang lama buat notice kalau ada lebih banyak cerita tentang Maure dibanding apa yang orang lihat. Ralat, ada lebih banyak cerita tentang Maure, Kaisar, dan Heksa dibanding apa yang orang lihat. Yes, I have been smelling something about them for a while. Di antara temen- temen Maure yang cuma sedikit itu, gue termasuk—atau mungkin satu-satunya—yang paling sering ngabisin waktu bareng dia. Gue juga yang paling sering—dan mungkin satu-satunya yang ngeliat interaksi langsung antara Maure dan Kaisar. Dan, selanjutnya gue juga mungkin yang pertama dan satu-satunya yang ngeliat interaksi langsung antara Maure dan Heksa.

Kecurigaan—atau gue lebih prefer buat pakai kata discovery—gue dimulai dari saat gue ngedenger Kaisar manggil Maure dengan nama Ole. Dalam sekali denger pun gue tahu kalau itu nama panggilan akrab yang nggak dipakai sama orang yang baru kenal; Maure nggak pernah memperkenalkan diri pakai nama itu. Jelas, artinya ada sesuatu disini. Semua orang yang kenal mereka tahu betul kalau Kaisar menolak keras perasaan Maure buat dia. Tapi dalam pandangan gue yang sering ngeliat interaksi keduanya, sikap Kaisar terlalu ramah buat orang yang gak suka sama Maure, dan terlalu tulus untuk bisa disebut brengsek.

Orang cuma ngeliat Kaisar yang nolak Maure; Kaisar yang cuma peduli sama Rumi. Tapi gue ngeliat versi yang berbeda dari Kaisar dan Maure. Gue ngeliat Kaisar yang selalu nanggepin chat dari Ole walaupun responnya gak selalu bagus. Gue ngeliat Kaisar yang walaupun sering nolak ajakan makan bareng dari Maure, gak pernah ngusir kalau Maure nyamperin dia. Gue juga ngeliat Kaisar yang walaupun gak pernah nanggepin berbagai usahanya Maure, bakalan selalu siap kalau Maure butuh bantuan. Gue ngeliat Kaisar yang rela ngejemput Ole dan gue, jam sebelas malem, karena kita somehow kesasar. Cukup satu kata urgent dari Maure, Kaisar bakal langsung siaga. Gue pernah liat Kaisar yang lagi ngobrol sama Jegar, langsung berhenti dan ngalihin perhatian ke ponselnya karena Maure butuh bantuan. Gue ngeliat Kaisar yang jadi 911 nya Ole.

Sebagai outsider di hubungan keduanya, gue awalnya simply berasumsi kalau mungkin Kaisar does have feeling for Maure, after all. Mungkin emang ada detail perasaan di antara keduanya yang gak orang luar tahu. Mungkin, like other cliche stories, Kaisar lama-lama luluh sama Maure. Tapi disaat yang bersamaan, gue juga ngerasa kalau asumsi itu terlalu sederhana.

Terlebih disaat gue juga jadi orang yang paling ngeliat sikap Ole ke Kaisar. Bukan gimana capernya Ole, bukan. Tapi tentang berapa banyak yang Ole tahu tentang Kaisar—dan sebaliknya. Ole tahu kue kesukaan Kaisar, Ole tahu olahraga apa aja yang Kaisar suka, Ole tahu apa yang bikin Kaisar bete dan apa yang bisa bikin Kaisar ketawa. Ole ngejar-ngejar Kaisar tapi mereka saling follow di semua media sosial—termasuk twitter Ole yang followers-nya cuma tujuh itu? Ole ngejar-ngejar Kaisar seolah dia laki-laki yang gak bisa digapai tapi mereka udah saling kenal sebanyak itu?

*That’s not what strangers would do. They are more than a freshmen student and her crush. They are more than a naive girl and her one-sided love.*

Gue gak akan terlalu kaget kalau Ole bilang dia dan Kaisar udah saling kenal sebelumnya. Tapi fakta bahwa Ole dan Heksa juga saling kenal dari lama? Itu bukan sesuatu yang gue ekspektasikan. Sama hal nya dengan hubungan Maure-Kaisar, hubungan Maure-Heksa juga bukan sesuatu yang jadi informasi umum. Tapi kali ini, apa yang gue lihat sama kayak apa yang orang lain lihat—at least untill recently. Beda dari hubungannya sama Kaisar, Ole gak banyak mengekspos hubungannya sama Heksa. Gue awalnya bahkan gak akan tahu mereka saling kenal kalau bukan karena gak sengaja lihat. Yang gue tahu, Heksa itu temen deketnya Kaisar, dan akhirnya jadi akrab sama Ole karena sering ketemu. Itu juga apa yang Ole ceritain ke gue, waktu untuk pertama kalinya gue terlibat dalam interaksi keduanya.

But once again, they are too close to be considered strangers.

Ole emang gak keliatan sedeket itu sama Heksa. Kalau dibandingin sama Kaisar, dia lebih deket sama Kaisar. Tapi mereka juga gak keliatan canggung kayak orang asing. Sebaliknya, Ole juga bersikap lumayan santai di depan Heksa. Ole gak pernah keliatan segan sama sekali padahal kalau dipikir pakai logika, there is no connection between them at all selain lewat Kaisar. Ole (dan gue) anak IlKom, angkatan baru. Heksa anak manajemen bisnis, tahun ketiga. Yet, mereka ngobrol satu sama lain kayak sewajarnya temen aja—or acquitances at least. Tapi lagi, karena Kaisar sama Heksa sahabatan, rasa masih masuk akal kalau Ole sama Heksa pun akhirnya jadi temenan. Sampai di salah satu kesempatan, Heksa nawarin Ole buat pulang bareng. Tapi gue baru mulai berasumsi setelah beberapa kali terlibat langsung dalam interaksi mereka. There’s definitely something between them. Gue berasumsi kalau ada hubungan, yang lebih dari sekedar acquitances di antara mereka bertiga. Gue ngerasa kalau ada lebih banyak cerita yang tidak terlihat di antara mereka.

Asumsi gue itu, semuanya terkonfirmasi waktu Ole cerita dengan mulutnya sendiri dan dengan kemauannya sendiri. Cerita Ole tentang pertemanan dia sama Kaisar dan Heksa juga mengkonfirmasi sikapnya sendiri selama ini. Ole yang bersikap leluasa dan gak pernah segan, Ole yang gak pernah ragu buat minta bantuan, dan Ole yang gak pernah keliatan takut ataupun canggung. Cerita itu mengkonfirmasi dan memvalidasi semua interaksi mereka. They were friends before anything.

Kalau kalian tanya, apakah gue gak pernah penasaran sama sekali, jawabannya adalah: pernah—hence, I asked her the question. Gue pernah bingung dan bertanya-tanya kenapa Kaisar bersikap sebaik itu ke Ole. Atau kenapa Ole bisa seleluasa itu di depan Kaisar. Atau kenapa Heksa sama perhatiannya ke Ole kayak Kaisar. Atau apakah sikap baiknya Kaisar ada kaitannya sama kenapa Ole gak pernah berhenti ngejar dia walaupun ditolak berkali-kali. Ada pertanyaan di kepala gue, tentang hubungan di antara tiga orang asing yang keliatannya familiar sama satu sama lain itu. Tapi seberapa penasaran pun, gue rasa gue gak berhak buat nanya apalagi sengaja menggali informasi. Oke, mungkin gak aneh dan gak salah kalau gue nanya soal hubungan Ole dan Kaisar. Orang lain pun pasti ada yang punya pertanyaan yang sama kayak gue. Tapi hubungan Ole sama Heksa? Itu diluar hak gue untuk tahu.

Apa yang gue tahu sekarang pun, mungkin baru sebagian kecil dari cerita lengkapnya. Kalau kita ngomongin cerita yang gak terlihat itu, gue rasa ceritanya bakalan jadi berlapis-lapis; karena melibatkan tiga orang dan berbagai sudut pandang. Apa yang gue tahu—yang gue bahas sekarang—itu cuma cerita dari sudut pandang gue lewat kaca mata Ole.

If Ole decided to hide their relationship, then I am pretty sure she has a reason for it. Ada alasan kenapa garis hubungan di antara mereka, kabur dan gak terlihat. Itu sesuatu yang gak gue lihat juga—dan gak akan bisa gue lihat kecuali Ole sendiri yang memperlihatkan semuanya. She is the key.