Pertemuan yang mengharukan
Hari itu sebenarnya hanyalah hari biasa di kalender. Suatu hari libur di bulan puasa, di mana para warga komplek Permata Indah sibuk menikmati harinya masing-masing. Namun, tidak pernah ada hari yang biasa bagi anggota grup 3M (makan, minum, main futsal) (bukan jumlah harta anggotanya). Se-biasa-biasanya hari, pasti ada saja minimal satu kejadian yang membuat heran. Hari ini ada lebih dari satu kejadian yang membuat heran.
Singkat cerita, saat itu adalah waktu tarawih dilaksanakan. Sebagian anggota grup sedang berada di masjid bersama kebanyakan warga kompleks lainnya. Sebagian lagi sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Misalnya Mingyu dan Woozi yang saat ini sedang berada di depan toko Minghao, menunggu Cisya (pacar Mingyu) yang mengambil pesanan makanan ke depan komplek. Toko kelontong Minghao seharusnya sudah tutup sekarang, mengingat jam menunjukkan pukul delapan. Tetapi untuk alasan yang enggan diungkap kepada publik (Mingyu dan Woozi), Minghao masih membuta tokonya.
Setelah membeli minuman kemasan dari toko, artis dan produser lagu itu berdiri di teras ditemani Minghao yang sibuk menyapu teras toko (padahal terasnya bersih). Tidak lama kemudian, datang dua pembeli lain yang cukup familiar bagi Mingyu. Salah satunya adalah perempuan berkulit terang pucat bermata sipit, dengan rambut hitam yang dicepol menggunakan jepit rambut. Dia adalah Malika. Di sebelahnya, berdiri seorang perempuan yang lebih pendek dan lebih muda dengan wajah yang sedikit bulat dan mata yang yang bulat juga. Mingyu baru melihatnya di kompek ini namun ia merasa mengenali wajah itu.
“Bentar gue kayak kenal muka lo…” ucap Mingyu begitu melihat wajah si rambut wolfcut dari dekat. Orang yang di maksud menoleh, mereka bertatapan. Mata keduanya sama-sama membulat kaget.
“Lah elu????”
Perempuan berambut wolfcut itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ale (user ketupatmingyu), salah satu penggemar Mingyu yang kerap kali dipertanyakan jiwa penggemarnya. Mingyu mengenali wajahnya karena Ale rajin menghadiri acaranya mulai dari konser, wawancara, hingga fansign.
Mingyu menatap dengan raut kaget. Perasaannya campur aduk–ada kaget, kebingungan, dan dendam.
Ale hanya cengar-cengir.
“Eh Mingyu, ketemu di sini hehe,” sapanya canggung (yang sebenarnya lebih terdengar seperti rasa bersalah. Dia bicara sambil menghindari Mingyu yang menatapnya tajam. Malika yang ada di sana ikut heran. Woozi ikut heran. Hanya Minghao yang terlihat semangat (sudah jelas alasannya kenapa).
“Kok lo ada di sini sih???” tanya Mingyu tajam. Kemudian ia bertanya pada Malika, “Kalian saling kenal?”
“Oh, Ale adik kelas saya waktu SMA, terus sekarang satu kampus juga, dia maba,” jelas Malika. Namun, yang lain masih heran.
“Terus ngapain di sini? Lagi main?” tanya Woozi ikut penasaran. Mingyu lebih penasaran.
“Lho, kalian gak tau? Ale kan kakaknya Kenzo…” ucap Malika heran. “Iya hehe, sebenernya gue warga sini…”
Woozi menatap tidak percaya. Minghao sebagai korban sifat tengil Ale mulai terlihat kesal.
Ale tersenyum kikuk, Mingyu murka.
“SINI LO ALE!”
Mingyu mengejar, Ale berlari.
Keduanya berlari meninggalkan teras toko kelontong Minghao, meninggalkan Woozi yang memilih untuk kembali ke rumah Mingyu lebih dulu. Ale berlari panik, Mingyu berlari penuh emosi. Pasalnya, Ale ini sering membully Mingyu (seperti kebanyakan orang). Mulai dari menanggapi cuitan media sosial Mingyu dengan kalimat yang menohok, membuat meme menggunakan wajah Mingyu, mengejek, hingga mengerjainya saat jumpa fans (memberi hadiah berisi jebakan atau aksesoris konyol, misalnya).
Mingyu dan Ale berlari ke arah gerbang, sepertinya Ale hendak menuju rumahnya. Tubuhnya yang lumayan mungil membuatnya bisa berlari lebih cepat dibanding Mingyu. Di saat yang bersamaan, nampak Cisya berjalan kaki di kejauhan sambil menenteng kresek makanan. Ale pun mengubah arahnya menuju Cisya, yang kini terlihat bingung dengan pemandangan seorang perempuan muda dan gapura komplek di belakangnya (maksudnya Mingyu).
Mingyu berhasil menyusul, Ale berdiri di belakang Cisya.
“Mama Cisya tolong aku mau dipukul Mingyu!” teriak Ale.
“Curang lo Ale!” Mingyu ikut teriak. “Bub, si Ale ketupat ternyata kakaknya Kenzo!”
Terungkap sudah misteri siapa orang dibalik akun media sosial ketupatmingyu. Secara kebetulan atau mungkin takdir, dia adalah warga dari komplek Permata Indah. Kalau dipikir-pikir, Ale memang lolos kriteria sebagai warga komplek. Dia tengil, banyak tingkah, dan lucu–contoh karakter yang banyak ditemukan tinggal di komplek. Misteri selanjutnya adalah bagaimana bisa Mingyu yang lahi dan besar di kompek itu tidak mengenali Ale sama sekali. Mungkinkah dia sudah pikun?
“Ya emang, terus kenapa?” tanya Ale sewot, masih berdiri di belakang Cisya.
“Kenapa lo gak bilang lo warga sini???”
“Lo gak pernah nanya???”
“Liat Bub dia nyebelin?!” adu Mingyu pada Cisya.
Cisya bingung, heran, paham dengan konteksnya, lalu menghela napas lelah. Dia memukul lengan Mingyu (tapi kalau kata Mingyu tidak kerasa apa-apa).
“Kamu ih iseng banget, malu sama badan!” omelnya pada Mingyu. Mingyu langsung diam, Ale tersenyum senang, Mingyu kesal lagi, Cisya menggeleng pasrah. Ale lengah, Mingyu berhasil meraih telinganya dan menjewernya pelan. Dia melampiaskan rasa kesalnya.
“Aduh ih sakit!” protes Ale sambil berusaha melepaskan diri. Cisya mendecak lalu memukul lengan Mingyu pelan (masih tidak kerasa apa-apa bagi Mingyu)
“Gyu ih bocah banget…” komentarnya. Sambil cemberut, Mingyu melepaskan Ale.
“Marahin dia Mama Cisya!”
“Lebaran nanti gue doain lo dimasak jadi opor!”
“Liat Mama Cisya, masa aku mau disuruh jadi opor!”
Cisya dan Mingyu belum menikah, tetapi rasanya ia seperti sedang menghadapi pertengkaran ayah dan anak sungguhan (padahal umur Ale hanya beberapa tahun lebih muda dari mereka). Pada akhirnya, Cisya mengajak Ale untuk ikut makan bersama Woozi di rumah Mingyu. Mingyu protes tapi tidak berani melawan Cisya. Woozi menyambut ketiganya dengan raut stress.
Begitulah pertemuan singkat yang mengharukan antara Mingyu artis dan penggemar terbesarnya, Ale ketupat.
Sementara itu, di dalam toko ada Minghao dan Malika yang sedang mengobrol dengan santai, membicarakan topik yang itu-itu saja (karena ingin mengobrol tetapi tidak tahu mau membahas apa).
Sementara itu lagi, selagi keduanya mengobrol, ada dua anak kecil masing-masing memegang jajanan dan uang, menunggu untuk dianggap keberadaannya oleh si pemilik toko.
“Om Hao lagi sibuk pdkt sama Cece Malika. Kita bayarnya nanti aja, Sherina. Nanti aku tanya Om Dokyeom kalau kayak gini kita dosa atau enggak.”