sakha tupperware — bubur kantin disuapin


Saora berjalan menuju ruang UKS dengan semangkuk bubur dan satu botol air mineral di tangannya. Setelah bertanya pada salah satu temannya, ternyata memang tidak ada yang berjaga di UKS hari ini karena suatu alasan. Karena itulah ia akhirnya menuruti permintaan Sakha. Begitu pintu UKS dibuka, sosok laki-laki itu langsung tertangkap matanya. Tidak seperti bayangan di kepalanya dimana Sakha terbaring lemah di atas kasur, laki-laki itu justru sedang duduk bersandar dengan sebuah buku pelajaran di depan matanya. Saora hanya bisa menatap laki-laki itu tidak percaya sambil berjalan masuk.

“Lo pura-pura sakit ya?!” Sewot gadis itu tanpa aba-aba, membuat Sakha refleks meringis sambil menutup telinganya.

“Berisik elah.” Balasnya. “Beneran sakit gue.”

“Itu lo masih bisa belajar???” Tunjuk Saora pada buku mata pelajaran sejarah yang baru saja Sakha baca. “Orang sakit mana bisa belajar.”

“Pegang jidat gue kalau lo gak percaya.”

Penasaran, Saora meletakkan tangannya di kening Sakha untuk memeriksa suhunya. Ia nyaris menarik tangannya refleks saat merasakan suhu badan laki-laki itu. Sakha tidak berbohong sama sekali, ia memang sakit. Raut kesal Saora hilang seketika. Emosinya yang sempat naik akibat harus mengantri demi bubur pesanan Sakha pun langsung turun kembali.

“Orgil ya lo sakit gini malah belajar?”

“Besok gue ada tes lisan.” Kini laki-laki itu menyimpan bukunya ke atas nakas di sebelah ranjang UKS. “Mana bubur gue? Gak pake kacang ‘kan?”

“Iya sesuai pesenan lo. Nih, gue beliin air minum sekalian.” Saora menyerahkan bubur dan botol air di tangannya dengan malas.

Saora tidak langsung pergi meninggalkan UKS. Entah karena lupa atau bagaimana, ia malah duduk di kursi di samping ranjang sambil melihat Sakha makan. Perhatiannya lalu teralih pada buku di atas nakas, buku yang laki-laki itu baca tadi. Ia tidak habis pikir, kenapa laki-laki itu masih sempat-sempatnya belajar saat sedang sakit. Kalau dirinya, mungkin akan langsung menyerah saja pada tes lisan itu. Ralat, Saora akan menjadikan sakitnya sebagai alasan untuk menghindari tes lisan. Penasaran, ia memutuskan untuk bertanya.

“Lo anak rajin ya?” Tanyanya. “Siswa teladan ya? Pasti sering ranking ya?”

“Banyak nanya lo kayak wartawan.”

“Jawab aja kek.”

“Iya gue ranking tiga besar.”

“Pantesan.” Kini Saora mengangguk-angguk mengerti. “Orang waras kalau sakit tuh tidur soalnya.”

Setelahnya tidak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Sakha fokus memakan buburnya, sementara Saora membolak balik halaman buku pelajaran milik laki-laki itu atas dasar penasaran. Sakha mulanya tidak begitu memperdulikan Saora yang tak kunjung pergi. Namun setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk bertanya.

“Kagak pergi lo?” Tanya Sakha sambil memberikan tatapan malas pada Saora.

“Kan nungguin mangkok buburnya.”

“Tar gue balikin sendiri.” Balas Sakha yang terlihat mulai kesal.

“Ah gue males ke kelas, gue di sini aja ya pura-pura jagain lo?” Gadis itu kini duduk menghadap Sakha sambil menyatukan kedua tangannya sebagai gestur memohon. “Lo perlu apa? Mau gue suapin gak?” Tanya Saora lagi sambil menatap laki-laki di depannya penuh harap. Sementara yang ditatap malah memberinya tatapan jijik.

“JAUH JAUH LO SANA SAORI!” Teriak Sakha yang kesabarannya habis. Ternyata tidak salah kalau orang bilang kesabarannya setipis tisu. “Udah sana lo ah jangan ganggu gue, gue alergi sama lo!” Ia mendorong pelan bahu gadis itu dengan satu tangannya, sementara Saora masih berusaha untuk bertahan.

“Plis ya gue pengen diem di sini!” Pinta Saora dengan se-memelas mungkin. Namun hal itu malah membuat Sakha semakin semangat untuk mengusirnya. Ia meletakkan mangkuk buburnya ke atas nakas dan turun dari ranjang untuk menyeret Saora keluar. Walaupun sedang sakit, tenaganya masih cukup untuk menarik Saora menuju pintu.

“Ayolah Sakha gue menawarkan pertemanan iniiiiiii!” Gadis itu memohon pada Sakha yang sudah hendak menutup pintu.

“Gantiin dulu Tupperware gue baru lo gue anggap temen.”

Dan dengan itu, pintu ruang UKS ditutup tepat di depan wajah Saora.